TEORI
DAN KONSEP
Kewarganegaraan digital merupakan konsep yang dapat
digunakan untuk memberikan wawasan terkait penggunaan teknologi dengan baik dan
benar. Menurut Mike Ribble dan Gerald Bailey (2007) dalam Digitak
Citizenship in Shool Menyebutkan bahwa “Digital citizenship can be
described as the norms of appropriate, responsible behavior with regard to
technology usc” yang berarti bahwa kewaarganegaraan digital dapat
digambarkan sebagai norma perilaku yang pantas dan bertanggung jawab mengenai
teknologi. Pengguna teknologi perlu memahami dasar teknologi beserta
penggunaanya dengan tepat sehingga mampu menjadi warga negara digtal yang
bertanggung jawab.
Pengguna teknologi digital sesuai dengan konteks
kewarganegaraan digital disebut dengan warga negara digital/digital
citizenship. Menurut Norris dan Bimber dalam MossBerger (2008:1)
menyebutkkan “Digital citizens as those who use the Internet regularly and
effectively that is, on daily basis” berarti bahwa warga digital sebagai
mereka yang menggunakan internet secara teratur dan efektif dalam kehidupan
sehari-hari. Selaras dengan hal tersebut, Mossberger dkk (2008:2), menyatakan
bahwa “Digital citizens are those who use technology frequently, who use
technology for politic information to fulfilltheir civic duty, and who use
technology at work for economic gain” berarti bahwa warga negara digital
adalah mereka yang sering menggunakan teknologi, mereka yang menggunakan
teknologi untuk informasi politik dalam pemenuhan tugas mereka sebagai
pemenuhan tugas sipil dan yang menggunakan teknologi dalam bekerja untuk
kepentingan ekonomi.
Kemudian Isman. Dkk (2014: 73) mengemukakan yang
dimaksud dengan kewarganegaraan digital adalah kemampuan warganegara untuk
menggunakan teknologi dengan kompeten, memahami konten digital dan dapat
menilai kredibiitasnya, membuat, meneliti dan berkomunikasi dengan alat yang
tepat, serta berpikiri kritis tentang peluang etis dan tantangan dunia digital,
membuat pilihan yang aman, bertanggung jawab, dan memiliki etika dalam
penggunaannya. Ada beberapa karaktersitik warga negara digital, yaitu meliputi:
1) Warga negara digital harus memahami masalah manusia, budaya, dan masyarakat
yang terkait dengan teknologi dan praktik perilaku hukum dan etika yang
berkaitan dengan penggunaan media digital; 2) Warganegara harus mengadvokasi
dan memperaktekkan penggunaan informasi dan teknolgi yang aman, legal dan
bertanggung jawab; 3) Warganegara digital harus menunjukkan sikap positif
terhadap penggunaan teknologi dan memiliki tanggung jawab pribadi; 4) Memiliki
etiket, memahami peraturan hukum dan memiliki tanggung jawab, serta menjaga
keamanan diri (self protection).
Berarti bahwa kewarganegaraan digital merupakan mereka
yang menggunakan internet dalam kehidupan sehari-hari secara teratur dan
efektif sesuai dengan norma perilaku yang pantas dilakukan dalam artian
menggunakan teknologi dengan kompeten membuat pilihan yang aman, bertanggung
jawab dan memiliki etika dalam penggunaanya.
Mike Ribble dan Gerald Bailey (2007) menyebutkan
terdapat Sembilan elemen dalam kewarganegaraan digital untuk membantu agar
lebih memahami berbagai topik yang membentuk kewargaegaraan digital dan
menyediakan cara untuk mengatasi berbagai persoalan yang terjadi di era digital,
antara lain:
1) Digital
Access: full electronic participation in society
Adanya teknologi memberikan peluang bagi sejumlah
besar orang untuk menjalankan komunikasi serta berinteraksi dengan cepat tanpa
terbatas ruang dan waktu. Akses penggunakan teknologi digital terjadi ketika
seseorang melakukan pencarian informasi di internet. Keberadaan akses digital
sangatlah membantu teradap berbagai aspek kehidupan, hanya saja digital
access ini belum dapat dirasakan oleh seluruh wilayah Indonesia yang
disebabkan oleh keterbatasan alat, jaringan serta kondisi ekonomi.
2) Digital
Commerce: the buying and selling of goods online
Perdagangan secara digital sering kali menjadi sorotan
akhir-akhir ini. Kemudahan dalam belanja online membawa perubahan yang cukup
besar dalam sector perekonomian. Perdagangan secara digital pun memainkan peran
besar dalam kehidupana siswa, sehingga mereka perlu memahami berbagai sisi
transaksi online sehingga menjadi konsumen yang cerdas.
3) Digital
Communication: the electronic exchange of information
Bentuk komunikasi digital telah menciptakan struktur
sosial yang mengatur siapa, bagaimana dan kapan orang berinteraksi. Komunikasi
digital memberikan pengguna akses instan ke orang lain dengan berbagai platform
yang ada.
4) Digital
Literacy: the capability to use digital technology and knowing when and how to
use it
Pembelajaran yang disertai dengan teknologi merupakan
suatu kemudahan dalam pencarian bahan pembelajaran tambahan, namun mengajarkan
bagaimana penggunaan teknologi yang tepat belum tentu dapat diikuti dengan
baik. Pembelajaran diera digital menciptakan suatu inovasi besar berupa adanya
pembelajaran jarak jauh yang hamper seluruh penerapannya berbasis teknologi
digital.
5) Digital
Etiquette: the standards of conduct by other digital technology users
Perilaku digital yang bertanggung jawab menjadikan
setiap pengguna paham aturan-aturan dalam menggunakan teknologi digital.
Melalui penerpan etika dasar pada anak untuk mewujudkan sikap bijak dalam
menggunakan teknologi digital sehingga mampu bertanggung jawab atas apa yang
telah dilakukannya.
6) Digital
Law: the legal rights and restriction govering technology use
Kehadiran internet telah memudahkan seseorang untuk
memposting, mencari dan mengunduh berbagai materi, hal ini merupakan suatu
kekuatan dari internet. Namun, pengguna sering tidak mempertimbangkan apa yang
legal dan illegal. Perlu dipahami bahwa dalam media digital pun terdapat hukum
dan pembatasan yang pengatur penggunaan teknologi sehingga segala kegiatan
dalam teknologi digital tidak dapat dilakukan sewenang-wenang.
7) Digital
Rights and Responsibilities: the privileges and freedoms extended to all
digital technologhy users, and the behavioral expectations that come with them
Melalui
prinsip-prinsip panduan kewarganegaraan digital ditawarkan mengenai cara untuk
mencapai perilaku yang sesuai dengan masyarakat digital. Para pengguna memiliki
hak dan kebebasan untuk menggunakan semua jenis teknologi digital yang tentunya
harus dipertanggung jawabkan, karena hak satu orang akan bersinggungan dengan
adanya hak orang lain, untuk itu perlu adanya pemahaman terkait hak dan
kewajiban dalam penggunaan teknologi digital.
8) Digital
Health and Wellness: the elemnts of physical and psycological well-being
related to digitak technology use
Pengguna
teknologi digital dalam penggunaanya perlu memahami adanya bahaya fisik yang
melekat seperti kelelahan mata dan postur tubuh yang buruk. Selain bahaya
fisik, aspek lain dari gangguan esehatan digital yakni adanya kecanduan
internet. Maka secara ekstrim, penggunaan internet yang berlebihan secara terus
menerus akan menyebabkan masalah gangguan Kesehatan fisik dan psikologis.
9) Digital
Security: te precautions that all technology users must take to guarantee their
personal safety and the security of their network
Semakin
banyak informasi sensitive yang disimpan secara elektronik maka semakin kuar
strategi yang harus dikembangkan untuk melindungi informasi tersebut. Paling
tidak siswa membutuhkan sesuatu untuk melindungi data misalnya dpat berupa
perangkat lunak perlindungan virus.
Berdasarkan hal tersebut, kewarganegaraan berfungsi
untuk membuat konsep tantangan yang dihadapi oleh pengguna teknologi. Warga
negara digital yang cerdas dan baik ,merupakan konsep yang ideal sebagai
seorang warga negara hidup di era digital (Wahidin, D : 2018). Warga negara
digital yang cerdas dan baik tercermin melalui perilaku cerdas dan baik ketika
beraktifitas dengan menggunakan internet. Perilaku warga negara digital yang
cerdas dan baik menjadi kunci utama agar seorang warga negara dapat
berkontribusi secara positif dalam kehidupan digital. Ketika warga negara
digital tidak cerdas dan tidak baik dalam beraktifitas maka akan berdampak
negatif terhadap kehidupan masyarakat dan lingkungannya.
Perwujudan kewarganegaraan digital dapat diwujudkan
dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Pendidikan kewarganegaraan yang
diselenggarakan dengan baik akan menumbuhkan sikap mental yang cerdas, penuh
rasa tanggung jawab pada peserta didik dengan perilaku yang sesuai dengan
nilai-nilai luhur yang ada dalam Pancasila. Pendidikan kewarganegaraan
merupakan upaya pedagogis pembentukan watak warga negara yang baik, yakni
memiliki penalaran moral untuk bertindak atau tidak bertindak dalam urusan
publik maupun privat secara bertanggungjawab.
ISU/PERMASALAHAN DIPERSEKOLAHAN
Perkembangan teknologi informasi di
era digital tentunya memberikan manfaat dalam kehidupan sehari-hari, namun hal
ini tidak menghilangkan adanya dampak negatif. Jejaring sosial sebagai bentuk
dari adanya perkembangan teknologi informasi berfungsi sebagai media komunikasi
yang digunakan untuk berkomunikasi dengan oranglain tanpa kegiatan tatap muka
secara langsung atau berkomunikasi menggunakan internet.
Penggunaan komunikasi secara digital
tentunya harus dilakukan secara bijak, karena dalam penggunaan komunikasi
secara digital pun memiliki aturan dengan memperhatikan norma yang berlalu
sebagaimana norma atau etika dalam berkomunikasi secara langsung.
Salah satu dampak dari adanya
komunikasi digital yakni perilaku cyberbullying atau perundungan dunia
maya yang merupakan perundungan dengan menggunakan teknologi digital yang
ditunjukan untuk menakuti, membuat marah, atau mempermalukan mereka yang
menjadi sasaran.
Patchin dan Hinduja (2012) menyatakan bahwa cyberbullying
adalah perilaku ketika seseorang berulang kali melecehkan, menghina, atau
mengejek orang lain menggunakan media internet melalui ponsel atau perangkat
elektronik lainnya. Contohnya seperti mengunggah gambar seseorang yang
memalukan dan menyebarluaskan melalui media sosial, mengirimkan ancaman melalui
pesan singkat berulang-ulang, dan menggunakan akun palsu untuk menghina orang
lain.
Munculnya cyberbullying disebabkan semakin
majunya teknologi informasi dan munculnya tren baru seperti situs jejaring
sosial (Slonje, Smith & Frisen, 2012) yang berdampak pada peningkatan
pengguna internet. Patchin dan Hinduja (2014) mengemukakan bahwa ada beberapa
hal kerugian terkait perilaku cyberbullying yang menjurus ke dunia
nyata. Perilaku cyberbullying dapat menyakiti remaja secara fisik dan mental
serta remaja merasa dirinya kurang percaya diri dan tidak berharga.
Menurut Willard (2007) ada beberapa bentuk perilaku cyberbullying
yang diturunkan menjadi aspek-aspek perilaku cyberbullying, diantaranya
adalah :
a. Flaming,
yaitu berkelahi secara online menggunakan pesan elektronik dengan bahasa kasar
dan vulgar seperti memaki, menggosip atau mengejek.
b. Harassment,
yaitu mengirim pesan yang berisi hinaan secara berulang-ulang.
c. Denigration,
yaitu mengirim atau memposting gosip atau rumor tentang seseorang untuk merusak
reputasinya.
d. Impersonation,
yaitu berpura-pura menjadi orang lain dan mengirim atau memposting materi untuk
membuat orang lain kesulitan atau merusak reputasi orang tersebut.
e. Outing,
yaitu menyebarkan rahasia seseorang, informasi memalukan atau gambar secara
online.
f.
Trickery,
yaitu berbicara dengan seseorang untuk mengungkapkan rahasia atau informasi
memalukan, kemudian disebarkan secara online.
g. Exclusion,
yaitu mengucilkan seseorang dari suatu kelompok secara online.
h. Cyberstalking,
yaitu melakukan pelecehan dan fitnah kepada seseorang secara intens dan
berulang sehingga menimbulkan rasa takut.
Kasus cyberbullying merupakan masalah yang
serius, pada bulan April 2013 siswi berusia 15 tahun di Indonesia menjadi
korban pemerkosaan yang berujung bunuh diri ditunjang pula oleh ejekan dari
teman-temannya secara terus menerus dilakukan melalui jejaring sosial (Okik,
dkk: 2017).
Salah satu SMA di Kota Banda Aceh diketahui bahwa
pernah terjadi perilaku cyberbullying yaitu berkelahi secara online
menggunakan pesan elektronik dengan bahasa yang kasar dan vulgar seperti memaki
atau mengejek sehingga menyebabkan terancamnya siswa tersebut dikeluarkan dari
sekolah (Ulia, dkk: 2017).
Penelitian yang dilakukan oleh Okik Adisha Banu Wiryada
tahun 2017 mengatakan bahwa gambaran umum cyberbullying pada remaja
pelaku, bystander dan korban dari jumlah total 662 subjek yang dilakukan di SMA
Negeri 1 Ungaran dan SMA Negeri 2 Ungaran, sebanyak 441 (71%) berada dalam
kategori tinggi, 116 (19%) subjek berada dalam kategori sedang, dan 65 (10%)
subjek dengan kategori rendah. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa
kualitas cyberbullying pada remaja pelaku, bystander dan korban dalam
kategori tinggi.
Maraknya kasus cyberbullying dapat diatasi
dengan adanya control sosial yang tepat, begitupun dengan kasus cyberbullying
yang terjadi disekolah dapat diatasi dengan control sosial disekolah. Kontrol
sosial di sekolah menjaga setiap siswa agar tetap menjaga perilaku, hal ini
diharapkan akan menjadi sebuah pembentuk karakter yang baik. kontrol sosial
berpotensi menentukan perilaku seseorang agar sesuai norma sosial lingkungan
tersebut (Permana, 2014). Salah satu bentuk pemahaman control sosial yakni
dengan adanya pemahaman etika serta komunikasi kewarganegaraan digital melalui
Pendidikan kewarganegaraan.
Siswa yang berada pada intensitas perilaku cyberbullying
atau sebagai pelaku cyberbullying dapat mengontrol prilaku negatifnya
melalui adanya ilustrasi pemahaman terkait perilaku dgital yang didalamnya
terdapat tata cara berprilaku/ etika digital sehingga memiliki kesadaran akan
kewajiban mereka sebagai seorang pelajar, menghormati serta patuh terhadap
norma-norma yang berlaku dan tidak menyalahgunakan penggunaan teknologi
khususnya yang berbasis internet /teknologi informasi di media sosial
Fenomena cyberbullying yang kerap terjadi pada
usia persekolahan bahkan terjadi disekitar lingkungan sekolah menjadi hal yang
harus diperhatikan oleh pihak sekolah salah satunya dengan membangun interaksi
yang positif dengan siswa hingga diskusi mengenai bagaimana penggunaan internet
yang baik dan benar untuk mewujudkan good digital citizenship.
Berdasarkan permasalahan yang terjadi, dapat diambil
pesan moral bahwa segala sesuatu haruslah berlandaskan nilai-nilai yang ada
dalam masyarakat yang berlandasakan Pancasila. Dalam berkomunikasi dan
menggunakan teknologi informasi haruslah dilakukan dengan bijak. Dalah satu
upaya untuk menerapkan sikap bijak dalam menghadapi era digital saat ini adalah
melalui Pendidikan kewarganegaraan yakni pemahaman konsep digital citizenship
yang mana dapat dilihat dari sembilan elemen digital citizenship untuk menumbuhkan
sikap mental yang cerdas, penuh rasa tanggung jawab pada peserta didik dengan
perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai luhur yang ada dalam Pancasila
DAFTAR
PUSTAKA
Atchin, J.W., & Hinduja, S.
(2012). Cyberbullying Prevention And Response, Expert Perspectives. New York: Routledge.
Isman, Aytekin. (2014). Digital
Citizenship. TOJET: The Turkish Online Journal of Educational Technology.
Vol. 13, No.1.
Mossberger, Karen et all. (2008). Digital
Citizenship. London, England: The MIT Press Cambridge, Massachusetts.
Patchin, J.W., & Hinduja, S.
(2014). Cyberbullying Identification, Prevention, and Response. Cyberbullying
Research Center.
Permana, M.R.A. (2014). Pengaruh
penggunaan internet, kontrol sosial, dan kontrol diri terhadap karakter siswa
kelas XII Program Keahlian Teknik Ketenagalistrikan SMKN 3 Yogyakarta.
Skripsi. Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta
Slonje, R., Smith, P.K., &
Frisen, A. (2012). The nature of cyberbullying and strategies for
prevention. Journal Of Computers In Human Behavior.
Wahidin D. (2018). Peran Internet
Dalam Mewujudkan Digital Citizenship (Studi Di Kampung Cyber Kota Yogyakarta).
Jurnal PPKn Vol. 6 No. 1
Willard, N.E. (2007). Cyberbullying
and cyberthreats: Responding to the challenge of online social aggression,
threats, and distress. Research Press
Wiryada Okik A B, dkk. (2017). Gambaran Cyberbullying Pada Remaja Pengguna Jejaring Sosial Di Sma Negeri 1 Dan Sma Negeri 2 Ungaran. Jurusan Psikologi 9 (1). p-ISSN2086-0803. e-ISSN 2541-2965
Zuhra, U., & Sari, K. (2017). Hubungan Kontrol Sosial Sekolah dengan Perilaku Cyberbullying pada Siswa-siswi Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) di Kota Banda Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik, 2(2), 1057-1088.